Masjid dan Al Habib Abdullah ( Shohibur Rathib

Jumat, 14 Mei 2010

Seorang laki-laki mengunjungi Habib Abdullah Al Haddad. " Aku ingin membangun sebuah masjid, " kata laki-laki itu. " Perbaikilah niatmu. " " Aku telah memperbaiki niatku. "

" Baiklah, jika niatmu telah benar, aku ingin tanya, bagaimana jika setelah masjid selesai dibangun masyarakat menganggap orang lain yang telah membangunnya ? mereka sama sekali tidak menyebut namamu. " tanya beliau.

" Hali itu tentu akan terasa berat bagiku, " Jawabnya.

" Niatmu belum benar, " Kata Habib Abdullah.

Datang seorang lelaki lain.

" Aku ingin membangun masjid ikhlas demi Allah. "

" Berikanlah kepadaku dana yang telah kamu siapkan untuk membangun masjid. Nanti terserah pada habibmu abdullah, ia akan gunakan uang itu untuk membangun masjid, makan atau dibagi - bagikan. Tetapi, di akhirat nanti, kamu akan memperoleh pahala membangun masjid. "

" Akan kupikir - kupikir dahulu. "

Setelah berpikir - pikir akhirnya lelaki itu menolak usulah Habib Abdullah. " Harta tidak akan keluar kecuali sebagaimana datangnya, " Kata Habib Abdullah Al Haddad.

Seorang laki - laki lain datang menemui Habib Abdullah. " Ya habib, aku ini seorang pedagang sudah lama aku berniat membangun masjid semata - mata karena Allah. Untuk mewujudkan cita - citaku ini, aku menabung tiap kali memperoleh cita - citaku ini, aku menabung tiap kali memperoleh keuntungan. Sekarang tabunganku telah cukup untuk membangun masjid. "

" Jika kamu benar - benar ingin membangun masjid, berikanlah tabunganmu itu kepadaku, terserah Habibmu Abdullah, akan ia gunakan uang itu untuk membangun masjid, Menyedahkannya atau memakannya. Tetapi, di surga nanti, kamu akan memperoleh pahala membangun masjid dan pahala orang yang beribadah di dalamnya. "

" Ya Habib, jika benar ucapanmu itu, akan kuserahkan semua tabunganku kepadamu, dan aku tidak perlu bersusah payah memikirkan pembangunan masjid. Aku akan pulang sekarang untuk mengirimkan uang itu kepadamu. Gunakanlah uang itu sesukamu. " kata lelaki itu kegirangan.

" Habibmu ini tidak membutuhkan tabunganmu, Ia hanya ingin menguji niatmu. Sekarang, bangunlah sebuah masjid dan umumkanlah rencana pembangunan itu kepada masyarakat karena niatmu telah benar. "

Read more...

Pahala yang Mengalir

''Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara,
sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa
kepadanya.'' (HR Muslim).

Hadis di atas menjelaskan amal perbuatan seorang Muslim akan terputus ketika ia
meninggal dunia, sehingga ia tidak bisa lagi mendapatkan pahala. Namun, ada
tiga hal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia,
yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shaleh.

Dalam riwayat Ibn Majah, Rasulullah SAW menambahkan tiga amal di atas,
Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya amal dan kebaikan yang terus mengiringi
seseorang ketika meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat, anak yang dididik
agar menjadi orang shaleh, mewakafkan Alquran, membangun masjid, membangun
tempat penginapan bagi para musafir, membuat irigasi, dan bersedekah.'' (HR Ibn
Majah).

Menurut Imam al-Suyuti (911 H), bila semua hadis mengenai amal yang pahalanya
terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia dikumpulkan, semuanya
berjumlah 10 amal.

Mulai dari ilmu yang bermanfaat, doa anak shaleh, sedekah jariyah (wakaf),
menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan, mewakafkan
buku, kitab atau Alquran, berjuang dan membela Tanah Air, membuat sumur,
membuat irigasi, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membangun
tempat ibadah dan belajar.

Kesepuluh hal di atas menjadi amal yang pahalanya terus mengalir, karena orang
yang masih hidup akan terus mengambil manfaat dari ke-10 hal tersebut. Manfaat
yang dirasakan orang yang masih hidup inilah yang menyebabkannya terus
mendapatkan pahala walau ia sudah meninggal dunia.

Dari pemaparan di atas, sudah seharusnya kita berusaha mengamalkan 10 hal
tersebut atau paling tidak mengamalkan salah satunya, agar kita mendapatkan
tambahan pahala di akhirat kelak, sehingga timbangan amal kebaikan kita lebih
berat dari pada timbangan amal buruk.

Allah SWT berfirman, ''Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka
barang siapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung.'' (QS al-A'raf [7]: 8).

Read more...

Pengikut

About this blog

adsense link 728px X 15px

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP